Sabtu, 08 Mei 2010

Prof. Dr. Teguh Sulistia, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Andalas

Komplek Emilindo Blok B No. 2 Kampus Limau Manis

Jl. Ampalu Pengambiran Padang 25163

Padang 25226 Telp. (0751) 63932 HP. 08163251860 Telp. (0751) 72985 Fax. (0751) 778109

______________________________________________________________________________________________

KEJAHATAN KEKERASAN DAN KONDISI ANOMIE MASYARAKAT

Oleh Prof. Dr. Teguh Sulistia, S.H., M.Hum.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas

Kejahatan kekerasan dengan pelbagai bentuk pembunuhan sadis dan mutilasi akhir-akhir ini sering menghiasi berita media massa nasional dan daerah. Peningkatan kejahatan kekerasan secara kualitas dan kuantitas dapat dirasakan masyarakat sebagai “fear of crime” harus segera ditanggulangi aparat penegak hukum, khususnya kepolisian. Pemulihan rasa aman masyarakat dari “perilaku biadab” membutuhkan kajian faktor kriminogen dan viktiminogen terjadinya kasus kejahatan kekerasan tersebut.

Mengkaji kejahatan kekerasan dalam kehidupan masyarakat moderen seperti penganiayaan berat, perkosaan dan penculikan serta pembunuhan mutilasi dengan segala aspeknya tidak mudah mengingat selain kejahatan ini beragam jenisnya juga diperlukan data akurat. Data akurat diperoleh dari penelitian kriminologi, viktimologi dan hukum pidana tentang perilaku kekekerasan suatu masyarakat atau etnik tertentu.

Kejahatan kekerasan sebagai suatu fenomena dalam masyarakat beradab dan moderen dewasa ini merupakan kejahatan tradisional yang telah ada sejak dahulu. Hanya saja sekarang ini telah mengalami modifikasi, baik dalam motif, sifat, bentuk, intensitas maupun modus operandinya. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi yang mudah diakses oleh para pelakunya.

Secara yuridis atau ilmu hukum pidana, arti kejahatan kekerasan tidak terdapat dalam KUHP. Hanya Pasal 89 KUHP menyebutkan bahwa membuat orang pingsan atau membuat orang tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Di sini dapat dikatakan bahwa kejahatan kekerasan merupakan kejahatan yang dilakukan dan disertai dengan menggunakan kekuatan fisik yang mengakibatkan pihak korban pingsan atau tidak berdaya sama sekali. Perbuatan pelaku jelas telah meresahkan masyarakat dengan timbulnya “ketakutan atas kejahatan”. Kajian atas fenomena kejahatan ini memerlukan pula upaya perlindungan hukum oleh aparat penegak hukum yang berwenang untuk memulihkan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Kalau dahulu para pelaku kejahatan mengancam korbannya dengan gertakan “harta atau nyawa”. Kini berubah menjadi “harta, kehormatan dan nyawa”. Kalau perlu tubuh korban yang melawan dimutilasi atau dipotong-potong bagaikan daging perkedel. Atas kondisi kejahatan kekerasan ini, timbul pertanyaan mengapa hal ini mudah terjadi pada masyarakat daerah ini yang dikenal agamis dan beradat?. Kenapa pelaku kejahatan melakukannya dengan brutal bahkan terhadap saudara dan orang tua sendiri?.

Kondisi Anomie?

Suatu kejahatan kekerasan tentu tidak timbul begitu saja. Ada faktor pencetus atau kondisi yang menyebabkan kejahatan tersebut terjadi. Dalam studi kriminologi dan hukum pidana, faktor kriminogen sebagai kausa atau penyebab kejahatan menjadi kajian problematik untuk menentukan suatu perbuatan melanggar hukum. Hal ini disebabkan sulitnya mencari faktor penyebab yang menjadi kausa utama dan jika diketahui faktornya tidak berlaku umum (holistik) akan tetapi khusus atau parsial pada peran diri korban dan perilaku kekerasan dari pelaku kejahatan sebagai kausa tambahan.

Kondisi masyarakat atau warga masyarakat yang mudah melakukan kekerasan sebagai jalan pintas menyelesaikan masalah perlu pula dicermati. Kejahatan kekerasan berkaitan dengan sikap agresif manusia untuk mengalahkan lawan yang dianggap sebagai penghalang dirinya mencapai tujuan. Pelbagai cara dilakukan oleh pelaku kejahatan baik secara halus dengan membujuk, tipu muslihat dan janji-janji kosong maupun kekerasan dengan cara melukai diri lawan atau membunuh, jika cara pertama tidak dapat memperoleh apa yang diinginkan pelaku kejahatan dari korbannya.

Sigmund Freud, ahli ilmu jiwa Austria dalam ilmu psikologi menyebut manusia memiliki ego, id dan super ego yang harus dipenuhi kebutuhannya dengan pelbagai cara. Alam tak sadar bukan merupakan kekosongan jiwa belaka melainkan terdapat pergolakan dinamis yang terus menerus memengaruhi dan mendorong manusia untuk kegiatan sehari-hari dan jusru alam tak sadar merupakan sumber energi psikis pribadi manusia. Konrad Lorenz dan Pierre van den Bergh viktimolog dari Perancis menyebut bahwa manusia memiliki kecenderungan bawaan yang tidak berbeda dengan hewan bersifat agresif. Semua teori yang dikemukakan di atas tentu bukan faktor mutlak disebabkan manusia memiliki akal untuk memilih dan memilah yang terbaik bagi dirinya.

Kriminolog Albert Bandura di Inggris mengkaji kejahatan kekerasan dari aspek proses belajar yang mengarah pada imitation atau sifat peniruan diri manusia terhadap perilaku orang lain yang dilihatnya. Peniruan ini bisa dilakukan seseorang karena seringkali melihat kejahatan kekerasan. Dalam hal ini, secara tidak langsung harus diakui media massa terutama elektronik ikut memberikan andil dalam proses “pencerdasan” masyarakat untuk melakukan kejahatan. Robert K. Merton kriminolog Amerika Serikat melihatnya dari dua jenis norma-norma sosial yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat, yaitu norma sosial berupa tujuan sosial dan sarana sosial yang tersedia. Untuk mencapai tujuan hidupnya, manusia di dunia ini tersedia sarana-sarana yang dapat digunakan melalui usaha bersifat legal (resmi) atau illegal (tidak sah). Sarana legal seperti bertani, berdagang dan bekerja menurut hukum. Sarana illegal merupakan perbuatan melawan hukum seperti penganiayaan, pembunuhan, perang suku, korupsi, penggelapan, penipuan atau melanggar hak asasi orang lain.

Keadaan dan kesempatan yang tidak sama diperoleh manusia bagi orang tertentu tidak mudah dilakukan. Timbul sikap frustrasi bagi warga masyarakat yang tersisihkan dalam mencapai tujuannya. Ketidakpuasan, frustrasi, dan marah segera timbul yang dapat menimbulkan konflik dengan orang-orang disekitarnya. Kondisi kurang kondusif ini jika dibiarkan terus akan dapat menimbulkan perilaku menyimpang atau melanggar hukum. Masyarakat yang frustrasi ini berada dalam kondisi anomie atau ketidakpatuhan terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat beradab seperti norma sosial, agama, susila, kesopanan dan hukum.

Kondisi anomie dalam kehidupan suatu masyarakat menjelaskan adanya tekanan-tekanan yang mendorong terjadinya perbuatan melanggar hukum seperti halnya kejahatan kekerasan. Artinya, keadaan “frustrasi” yang dialami seseorang atau masyarakat dapat menjadi faktor pencetus kejahatan. Keadaan frustrasi ini juga menjadi dasar untuk menjelaskan perilaku agresif seseorang terhadap pihak lain yang dianggap dapat menghalangi niat untuk mencapai tujuannya. Perilaku agresif dalam masyarakat anomie yang diiikuti keadaan frustrasi akhirnya menimbulkan beragam bentuk “agresi” manusia terhadap orang lain. Keadaan frustrasi ini terjadi akibat pelaku kejahatan sebelumnya tidak memperoleh hasil maksimal melalui sarana legal sehingga akhirnya dipilih melakukan perbuatan melawan hukum yang terhadap orang lain.

Quovadis di Sumatera Barat

Kejahatan kekerasan yang terjadi berupa mutilasi di Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, pembunuhan satu keluarga di Lawang, Kabupaten Agam atau pembunuhan terhadap orang tua di Padang atau di daerah lain berapa waktu lalu dapat saja menjadi “peringatan” dan “pekerjaan rumah “bagi penegak hukum bahwa perilaku mutilasi sebagai kejahatan sadis telah merambah pula dalam khazanah perbuatan melanggar hukum. Perilaku kekerasan dalam kejahatan sadis ini harus segera dikaji faktor kriminogennya berupa kondisi kesehatan mental pelaku, ekonomi, sosial, budaya dan kepatuhan hukum masyarakat. Faktor kriminogen sangat penting untuk menentukan penyebab kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau warga masyarakat. Mungkinkah banyak terjadi kejahatan kekerasan di daerah ini menunjukkan ke arah kondisi anomie terhadap norma-norma dalam kehidupan masyarakat?.

Kondisi anomie masyarakat dapat saja terjadi mengingat perilaku orang biasanya mudah meniru perilaku orang lain, baik perilaku sesuai dengan norma atau sebaliknya melanggar norma. Pada masyarakat Indonesia tidak semua orang atau etnik memiliki “budaya kekerasan” dalam menyelesaikan masalah. Budaya kekerasan yang menonjol antara lain terdapat dalam masyarakat di Madura, Jawa Timur. Warga setempat jika seseorang melanggar kehormatan diri dan keluarganya diselesaikan melalui “carok” atau duel memakai senjata tajam celurit. Begitu pula etnik Makasar di Sulawesi Selatan diselesaikan melalui adat “siri” dengan badik atau etnik dayak di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah melakukan “pengayauan” kepala manusia dengan mandau.

Kondisi anomie merupakan awal perbuatan melanggar hukum warga masyarakat. J.E Sahetapy menyebut bahwa masyarakat Indonesia tersusun dari kondisi “sobural” atau lapisan sosial, budaya dan struktural yang tidak sama. Kondisi sobural harus dapat dipahami bahwa ada perilaku yang tidak sama di antara pelbagai etnik bahkan dalam komunitas yang sama. Harmonisasi diperlukan dalam rangka interaksi di antara warga masyarakat untuk hidup saling hormat menghormati dan segan menyegani.

Etnik Minangkabau selama ini dalam kajian antropologi dan kriminologi tidak memiliki kebiasaan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan “budaya kekerasan”. Musyawarah dan mufakat melalui ninik mamak dan penghulu adat merupakan cara penyelesaian hukum adat yang tepat jika terjadi pergeseran nilai, sengketa atau konflik. “Anak dipangku keponakan dibimbing” sebagai budaya kebersamaan di antara sesama kaum kerabat dalam kehidupan masyarakat adat perlu terus digalakkan dan dibudayakan sehingga tidak hanya jadi “lips service” alias “hiasan bibir” saja dalam memandang masalah sosial termasuk jika timbul konflik dengan terjadinya pelanggaran hukum berkaitan dengan tanah adat, sako dan pusako atau sengketa mengenai perbatasan nagari di antara keponakan, mamak atau warga dari suatu nagari.

Semua ini mengingat masalah kecil di lingkungan keluarga, komunitas kaum, suku atau nagari dengan mudah dapat menimbulkan pelbagai faktor pencetus konflik dan kejahatan kekerasan. Hal itu kini mulai banyak menelan korban jiwa dan memalukan bagi kaum kerabat dalam adat dan budaya Minangkabau. Tanggungjawab sosial harus tidak ditimpakan kepada pelaku kejahatan saja akan tetapi juga kepada kaum kerabat yang salah dalam menjalankan ajaran adatnya. Semoga kekerasan tidak akan menjadi budaya dalam menyelesaikan setiap masalah di negeri ini. Amin.

Referensi :

Arif Gosita, 1993, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta.

D. Simons, 1992, Leerboek van het Nederlandse Strafrecht, Edisi Indonesia, P.A.F Lamintang (terj.), Kitab Pelajaran Hukum Pidana, Pionir Jaya, Bandung.

Delos H. Kelly, 1979, Deviant Behavior Readings in The Sociology of Deviance, St. Martin’s Press, New York.

Donald Black, 1976, The Behavior of Law, Academic Press, New York.

Eugene Kamenka dan Alice Erh-Soon Tay, 1980, Social Traditions, Legal Traditions, dalam Eugene Kamenka (ed), Law and Social Control, Edward Arnold Ltd, Bungay, Suffolk.

Hugh D. Barlow, 1984, Introduction to Criminology, Little, Brown and Company, London dan Boston.

J.E Sahetapy, 1984, Pisau Analisa Kriminologi, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Armico, Bandung.

__________ (ed), 1983, Kejahatan Kekerasan Suatu Pendekatan Interdisipliner, Sinar Wijaya, Surabaya.

Norbert Rouland, 1992, L’Anthropologie Juridique, Edisi Indonesia, Paul W. Suleman (terj.), Antropologi Hukum, Atmajaya Press, Yogyakarta.

Richard Quinney, 1979, Criminology, Little Brown and Company, Boston.

Soedjono D, 1977, Ilmu Jiwa Kejahatan Amalan Ilmu Jiwa dalam Studi Kejahatan, Karya Nusantara, Bandung.

Teguh Sulistia, 1995, Penyelesaian Pencurian dengan Kekerasan dan Penegakan Hukumnya di Daerah Tingkat I Sumatera Barat, Tesis, PPs Unair, Surabaya.

____________, 2000, Perilaku Kekerasan dalam Kehidupan Masyarakat, Zaman, No. 31/Tahun Ke I – 10 – 17 Maret.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar